Lestarikan Budaya dengan Cara Lebih Seru; Tips Belajar Gamelan dan Gending Berbasis Multimedia Ala Anon Suneko

Daftar Isi



BABAD.ID | Stori Loka Jawa - Webinar Aku Wong Jawa yang diadakan Babad.Id kembali hadir melalui zoom meeting dan live streaming Youtube BABAD ID dengan tema "Pembelajaran Gending Berbasis Multimedia; Lestarikan Budaya dengan Cara Lebih Seru" pada Sabtu Wage, 21 Juni 2025 pukul 10.00-11.30 WIB. 

Acara ini menghadirkan Anon Suneko, dosen karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan CEO Omah Gamelan, yang membagikan wawasan mendalam tentang bagaimana teknologi dan multimedia dapat menjadi jembatan untuk melestarikan dan mengembangkan seni gamelan di era digital. 

Diskusi ini menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi, sekaligus menawarkan solusi inovatif agar gending dan gamelan tetap relevan dan menarik bagi generasi muda.

Tantangan Belajar Gamelan dan Gending di Era Digital

Anon Suneko memulai dengan observasi yang menarik: sebagai pemilik asli budaya, antusiasme belajar gamelan di Indonesia justru terkadang kalah dengan di luar negeri. Banyak institusi dan komunitas di negara lain yang mendalami gamelan secara intensif. 

Ia menyoroti bahwa pengakuan gamelan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, alih-alih menjadi pemicu aksi nyata, justru terkadang hanya berhenti pada rasa bangga semata. 

"Di sisi lain kita bangga, tetapi di sisi lain ini ada tantangan akan semakin kecilnya peluang kita kalau kita enggak segera bergerak," ujarnya. 

Ia menyayangkan mentalitas "bangga saja" yang kurang diikuti pemikiran kritis dan inovasi, terutama karena negara-negara tetangga sudah lebih progresif dalam melestarikan gamelan.

Tantangan lain yang ia soroti adalah kompleksitas teknis gamelan itu sendiri. Metode pengajaran konvensional yang mengandalkan tatap muka langsung dan instrumen fisik menjadi sulit diterapkan di era digital. 

Misalnya, teknik "mathet" (menghentikan suara gamelan) yang membutuhkan koordinasi fisik rumit, sulit diajarkan hanya melalui layar. 

Ia juga menyoroti keterbatasan sumber belajar yang terfokus pada notasi balungan saja, padahal gamelan memiliki kekayaan garap dan interpretasi yang jauh lebih luas.

Lebih jauh, Anon juga mengungkapkan masalah aksesibilitas dan infrastruktur. Kualitas koneksi internet yang bervariasi sering menyebabkan delay atau latensi, membuat pembelajaran praktik gamelan secara real-time menjadi mustahil. 

Selain itu, perangkat digital modern juga membawa distraksi; notifikasi dari media sosial seperti WhatsApp, Instagram, atau TikTok sering mengganggu fokus siswa. 

Terakhir, kurangnya atraksi visual dalam metode pengajaran gamelan konvensional membuat seni ini terkesan kurang menarik bagi generasi muda yang terbiasa dengan konten visual dinamis di media sosial.

Solusi Inovatif Pembelajaran Gamelan ala Anon Suneko

Meskipun tantangannya beragam, Anon Suneko yakin bahwa multimedia adalah katalisator regenerasi budaya gamelan. Ia menceritakan bagaimana pandemi COVID-19 memaksa para pendidik untuk mendigitalisasi aset pembelajaran. 

Dari pengalaman itu, ia menyadari bahwa pembelajaran gamelan tidak harus selalu "ideal" seperti yang pernah dilakukan sebelumnya.

Solusinya, menurut Anon, adalah menggeser fokus dari praktik fisik semata ke pemahaman konsep. Ia memberikan contoh penggunaan aplikasi smartphone yang dapat menyimulasikan teknik mathet hanya dengan sentuhan jari. 

Ini memungkinkan siswa memahami prinsip dasar menabuh tanpa harus memegang palu. 

Ia menekankan bahwa konsistensi dan kontinuitas dalam belajar jauh lebih penting daripada bakat alami, dan aplikasi bisa mendukung hal ini.

Untuk mengatasi isu distraksi dan meningkatkan minat, Anon mengusulkan pengembangan konten yang lebih adaptif dan atraktif secara visual. 

Ia membayangkan penggunaan teknologi Augmented Reality (AR) untuk menghadirkan instrumen gamelan virtual di ruang nyata, atau membuat aplikasi pembelajaran gamelan berformat game yang interaktif. 

Ia bahkan melontarkan ide "provokatif" untuk menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengubah visual guru menjadi idol K-Pop guna menarik perhatian anak-anak muda. "Ini pasti lucu juga," katanya.

Sumber-Sumber Belajar Gamelan yang Terabaikan

Anon Suneko juga meluruskan pandangan keliru tentang minimnya sumber belajar gamelan. Ia menegaskan bahwa sumber belajar gamelan tidak hanya notasi balungan. 

Notasi yang ada saat ini, yang banyak tersebar, hanyalah representasi dari bagian instrumen saron, padahal gamelan melibatkan berbagai instrumen lain seperti bonang, gender, dan gambang, yang masing-masing memiliki teknik tabuhan spesifik dan kompleksitas interpretasi.

Ia menyoroti bahwa dokumentasi notasi yang ada tidak sepenuhnya mewakili kekayaan gamelan. Menurutnya, hal yang paling mendasar dan tingkat tinggi dalam gamelan adalah tafsir atau "garap." 

Satu gending bisa memiliki banyak versi garap dan dapat dimainkan dalam berbagai laras (pelog, slendro) atau patet (mode nada), serupa dengan bagaimana sebuah lagu pop modern bisa di-cover dalam berbagai aransemen yang tetap relevan dengan selera pendengar.

Anon juga mengungkapkan bahwa banyak kajian ilmiah tentang gamelan yang eksklusif, bahkan yang mengaitkan gamelan dengan kemajuan teknologi dan sains, tersimpan di perpustakaan virtual (contohnya dari Universitas Negeri Surabaya). 

Sayangnya, ia menyayangkan bahwa sumber-sumber ini jarang diakses karena dianggap tidak "bermanfaat" dalam kehidupan sehari-hari atau tidak menghasilkan keuntungan (cuan). 

Ia mendorong para penggiat budaya untuk menggali sumber-sumber ini, mengemas ulang, dan mengubahnya menjadi konten visual interaktif yang menarik bagi berbagai kalangan, misalnya dengan animasi dan pengisi suara yang relevan dengan tren masa kini.

Etika Meng-cover Lagu Menjadi Gending: Menghargai Karya dan Berinovasi

Diskusi webinar "Aku Wong Jawa" bersama Anon Suneko turut membahas pertanyaan penting dari peserta mengenai etika meng-cover lagu-lagu populer, termasuk lagu Jawa pop seperti "Sinarengan," ke dalam format gending atau gamelan. 

Anon Suneko menjelaskan bahwa etika ini kini tidak hanya sekadar norma kesopanan, tetapi juga terkait erat dengan regulasi hukum, khususnya hak cipta dan hak kelola.

Ia menekankan bahwa langkah pertama dan paling mendasar dalam meng-cover sebuah karya adalah meminta izin kepada pencipta aslinya. Ini berlaku baik secara lisan maupun tertulis, terutama jika cover tersebut dimaksudkan untuk menjadi konten yang dirilis secara komersial. 

Anon berargumen bahwa meskipun kreativitas adalah karunia yang dimiliki setiap orang, penggunaannya harus tetap dalam koridor edukasi dan penghormatan terhadap karya orang lain.

Mengenai bagaimana cover itu harus dibuat—apakah harus persis sama atau boleh dimodifikasi—Anon menjelaskan beberapa poin penting:

Hindari tiruan persis: Meng-cover lagu secara persis sama kadang tidak menguntungkan, terutama jika hasil cover ternyata lebih baik dari aslinya, karena ini berpotensi menimbulkan konflik dengan pencipta asli yang mungkin merasa tidak ikhlas. 

Sebaliknya, jika cover yang persis justru lebih buruk, konten tersebut hanya akan menjadi "konten suka-suka" tanpa daya tarik signifikan.

Tujuan dan Kebebasan Berkreasi: Tujuan utama meng-cover adalah menarik perhatian publik dengan warna yang berbeda. Oleh karena itu, aransemen ulang adalah hal yang lazim. 

Jika lagu aslinya gending Jawa, ia bisa diubah menjadi pop; jika lagu pop dangdut, bisa diaransemen menjadi jazz atau keroncong. Bahkan, lagu Barat pun bisa di-cover menjadi gending Jawa jika penggiat gamelan memiliki semangat tinggi untuk itu.

Batasan Modifikasi: Meskipun ada kebebasan berkreasi, ada batasan yang harus dipegang teguh setelah izin didapatkan. 

Tidak boleh mengubah lirik dan melodi spesifik yang menjadi esensi lagu harus tetap dipertahankan. Jika lirik digunakan tetapi dinyanyikan dengan melodi yang sama sekali berbeda, itu tidak lagi disebut meng-cover. 

Dalam konteks gending, unsur utama seperti lagu (melodi pokok) dan wirama (irama) harus dipertahankan. 

Untuk lagu pop, lirik atau syair boleh ditambahi, asalkan penambahannya ditata agar tidak merusak esensi asli dan tetap menghargai pencipta serta karya sesungguhnya.

Singkatnya, etika meng-cover lagu melibatkan penghormatan terhadap hak cipta, permintaan izin yang jelas, dan upaya untuk memberikan warna baru tanpa menghilangkan esensi asli dari karya tersebut. 

Ini adalah perpaduan antara inovasi dan apresiasi terhadap warisan yang telah ada.

Rekomendasi untuk Masa Depan Gamelan

Anon Suneko menutup diskusinya dengan beberapa rekomendasi penting:

Desain Konten yang Adaptif: Konten pembelajaran harus dirancang ulang agar lebih sesuai dengan selera dan gaya belajar generasi sekarang. 

Ia menyarankan untuk memanfaatkan teknologi AI untuk membuat konten yang lebih menarik dan efisien, alih-alih video presentasi dosen yang monoton.

Kolaborasi Multidisiplin: Penting untuk menjalin kolaborasi lintas disiplin, tidak hanya dengan sesama seniman gamelan, tetapi juga dengan sastrawan, ahli IT, psikolog, dan bidang lain. 

Ia percaya bahwa pertemuan antar-disiplin ini dapat menghasilkan inovasi yang aplikatif dan bermanfaat di era modern, seperti penelitian tentang hubungan gamelan dan kesehatan. 

Kolaborasi ini juga membuka peluang monetisasi yang realistis, karena di era digital, sesuatu yang tidak bermanfaat atau tidak menghasilkan cuan (keuntungan) akan ditinggalkan.

Pengembangan Infrastruktur Pendukung: Meskipun tantangan latensi dalam kolaborasi musik real-time masih belum terpecahkan, ia menyarankan untuk tidak putus asa. 

Cara-cara kreatif seperti produksi video terpisah yang diedit bersama untuk simulasi penampilan langsung bisa menjadi alternatif. 

Ia juga mengkritik mentalitas "zona nyaman" di kalangan penggiat gamelan yang kadang menutup diri dari ide-ide baru yang dianggap "ngoyoworo" (omong kosong). 

Ia berharap, diskusi ini dapat memicu aksi nyata dan menghasilkan aset-aset baru bagi kelangsungan budaya Jawa.

"Marilah kita melakukan dan menggeluti sesuatu itu secara konsisten dan kontinu. Berhentilah memuja wacana, tapi harus dengan aksi yang ikhlas dan tulus untuk budaya Jawa," pungkasnya.

Mukaromatun Nisa
Mukaromatun Nisa Bunga Kenanga

Posting Komentar

Webinar Aku Wong Jawa

Diskusi Buku: Lukisan Kaligrafi

"Lukisan Kaligrafi: Mengukir Spiritual, Memahat Estetika". Bersama inisiator Teras Baca Boja, Zakia Maharani.

Daftar Sekarang!

📣 Ikuti Tantangan Bulanan "Cerita dari KKN"! 📣

Bagikan pengalaman KKN-mu yang paling berkesan dan menangkan hadiah menarik setiap bulannya! Ini kesempatanmu untuk berbagi cerita inspiratif dan mendapatkan apresiasi.
Iklan Webinar Aku Wong Jawa
Webinar Aku Wong Jawa

Nguri-uri Budaya Jawi ing Era Digital

Temukan kembali jati diri dan kearifan luhur Jawa yang relevan hingga kini. Mari bersama kupas tuntas filosofi adiluhung di webinar eksklusif "Aku Wong Jawa".

Daftar & Bangkitkan Jiwamu!